Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Hadiri OGP Summit di Estonia, Rikardus Wawo Bangga Akan Capaian Indonesia

Reporter : Sevrin Editor: Redaksi
IMG 20230909 WA0072
Rikard Wawo (atas kedua dari kiri) saat menghadiri OGP Summit di Estonia.

Tallinn, Flobamoranews.com-– Indonesia sebagai salah satu penggagas Open Government Partnership (OGP) atau Kemitraan untuk Keterbukaan Pemerintah, diundang ke dalam OGP Global Summit 2023 di Tallinn, Estonia untuk menerima penghargaan internasional pada isu Perluasan Bantuan Hukum untuk Kelompok Rentan.

Inisiatif yang diusulkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keterbukaan Pemerintah di Sektor Akses Keadilan, yang terdiri dari Indonesia Judicial Research Society (IJRS); Asosiasi LBH APIK Indonesia; dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)) dengan Kementerian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ini memenangkan penghargaan nomor 1 dari hasil seleksi terhadap 47 negara anggota OGP se-Asia Pasifik.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Penghargaan ini diterima langsung oleh Deputi bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bapak Bogat Widyatmoko; Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan HAM, Bapak Widodo Ekatjahjana; dan Perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil yaitu Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Bapak Dio Ashar Wicaksana.

Perluasan Bantuan Hukum Kelompok Rentan merupakan salah satu komitmen yang digagas Pemerintah dan Koalisi Masyarakat Sipil dalam Rencana Aksi Nasional Open Government Indonesia (RAN OGI) 2023-2024. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, melalui UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dimandatkan untuk menyediakan bantuan hukum gratis bagi kelompok masyarakat miskin.

Untuk memastikan hal ini, Pemerintah memiliki mekanisme anggaran bantuan hukum yang dapat digunakan oleh Organisasi Bantuan Hukum (OBH) untuk pelaksanaan dan pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang membutuhkan keadilan, dalam hal ini kelompok masyarakat miskin. Mekanisme anggaran bantuan hukum ini juga direplikasi oleh beberapa pemerintah daerah kabupaten/kota dengan memberikan anggaran bagi pemberian bantuan hukum gratis bagi kelompok masyarakat miskin melalui APBD dengan peraturan daerah.

Baca Juga :  Presiden Jokowi Dorong Perdamaian di Semenanjung Korea

Pemberian penghargaan ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi Pemerintah Indonesia serta kelompok masyarakat sipil untuk menghadapi berbagai tantangan selanjutnya dalam memastikan pemenuhan akses keadilan tidak berhenti pada tahap seperti sekarang ini saja.

Berdasarkan hasil Survei Kebutuhan Hukum Kelompok Rentan di tahun 2022 menemukan adanya 47.7% kelompok rentan masih enggan untuk menggunakan bantuan hukum dengan alasan khawatir prosesnya akan sulit dan proses dianggap lama atau bertele-tele. Selain itu, 50% kelompok rentan cenderung membutuhkan konsultasi ketika bermasalah hukum, namun anggaran konsultasi dalam pos non-litigasi bantuan hukum dari negara masih sangatlah minim yaitu hanya Rp 200.000,- per perkara, serta timpang dibandingkan anggaran litigasi di peradilan.

Belum lagi, masih ditemukan adanya pengetahuan terhadap akses layanan bantuan hukum yang cenderung rendah di mana 42.8% kelompok rentan tidak mengetahui kemana harus mencari bantuan hukum gratis, dan 58.7% masih menganggap permasalahan hukum hanya dapat diselesaikan jika memiliki uang lebih.

Salah satu delegasi Indonesia dari koalisi Masyarakat Sipil, Rikardus Wawo, SS,MA yang mewakili Wahana Visi Indonesia kepada media ini mengatakan Koalisi Masyarakat Sipil sangat mengapresiasi penghargaan tertinggi tingkat dunia untuk OPG ini sebagai hasil dari upaya-upaya yang selama ini telah dikolaborasikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil dan Pemerintah untuk memastikan bantuan hukum kelompok rentan yang aksesibel. Namun, hal ini tidak akan menjadi titik akhir dari langkah penguatan bantuan hukum secara umum di Indonesia.

Baca Juga :  Berdinas ke Belanda, Bupati Belu Lupa Jalan Pulang

“Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu untuk diselesaikan agar bantuan hukum dapat secara riil membantu masyarakat yang membutuhkan keadilan maupun berbagai upaya mendorong pemerintahan yang terbuka, yang inklusif dan pasrtisipatif dimana semua masyarakat dilibatkan termasuk k kelompok rentan dan akuntable” ungkap Rikard melalui rilisan pers yang diterima media ini Sabtu (9/9).

Rikardus Wawo yang juga Tenaga Ahli Akuntabilitas Wahana Visi Indonesia, Organisasi Kristen yang peduli pada isu-isu anak itu, mengutip pernyataa Koalisi Masyarakat Sipil mendorong Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM bersama Dewan Perwakilan Rakyat perlu memastikan kelompok rentan lainnya (selain masyarakat miskin) menjadi penerima bantuan hukum melalui revisi pada UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Pemerintah juga melalui Kementerian Hukum dan HAM melalui BPHN dan Bappenas perlu untuk melakukan asesmen kebutuhan secara berkala kepada penerima manfaat dari layanan bantuan hukum khususnya kepada kelompok rentan–termasuk memastikan akomodasi yang layak dan pemenuhan berbagai kebutuhan berbagai kelompok rentan ketika berurusan dengan hukum. Hal ini sesuai dengan mandat dalam Permenkumham No. 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum. “Sehingga, perencanaan, penganggaran, dan pemberian bantuan hukum lebih akuntabel dan tepat sasaran” tandasnya.

Baca Juga :  Maraknya Bisnis Ilegal di Daerah Perbatasan RI-RDTL dan Sebuah Solusi Hukum

Rikard menyebut, Koalisi Masyarakat Sipil juga mendorong agar Kementerian Hukum dan HAM bersama Bappenas dan Kementerian Keuangan perlu memastikan anggaran bantuan hukum disusun, dianggarkan, dan diberikan sesuai kebutuhan yang ada di lapangan.

Pria asal Kampung Oka, Kabupaten Nagekeo, NTT ini mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM bersama pemangku kepentingan lainnya yang relevan, perlu terus memastikan kesadaran dan kemampuan hukum masyarakat dengan melakukan berbagai sosialisasi yang disesuaikan dengan karakteristik kelompok rentan yang ada, pendalaman di level pendidikan dasar, pemberdayaan dan penyuluhan hukum melalui skema non-litigasi, hingga kolaborasi dengan, aparat penegak hukum, penyedia layanan serta OBH dan masyarakat sipil lainnya untuk mempromosikan dan mengupayakan bantuan hukum yang inklusif.

Selain itu, kata Rikardus Wawo, dalam sejumlah forum diskusi maupun workshop di kegiatan OGP Summit dirinya juga mendorong agar prinsip-prinsip keterbukaan pemerintah dimana adanya akses informasi, ruang partisipasi masyarakat termasuk perempuan, anak, disabilitas dan kelompok rentan lainnya terus ditingkatkan. “Sejumlah praktek baik untuk pelibatan masyarakat termasuk anak serta kolaborasi antara warga dan pemerintah untuk meningkatkan layanan dan penguatan sistem tata kelolah yang baik dan akuntable yang dilakukan Wahana Visi Indonesia di sejumlah daerah dampingan baik di tingkat desa hingga ke nasional saya bagikan dalam berbagai kesempatan diskusi agar ini menjadi pembelajaran dan dapat direpelikasi,” pungkasnya. (***)

Sumber: Https://www.flobamoranews.com