Adapun lagi Ketua BPD mempersoalkan pengadaan pupuk yang juga bermasalah, yakni kesepakatan TA 2021 pengadaan pupuk 10 ton dengan rincian Lima ton untuk urea dan Lima ton MPK, tapi realisasi hanya Delapan ton, tersisa Dua ton.
“Dua ton pupuk MPK ini semestinya disilpakan, tapi pemerintah desa melakukan eksekusi dana sisa ini tanpa melalui musyawarah desa ” tegas Ketua BPD.
Penyimpangan juga pada kegiatan sanitasi lingkungan, pemantauan sarang nyamuk senilai Rp 9 .000 000, yang hanya dieksekusi 6. 000. 000, tersisa 3. 000. 000,hilang entah kemana semua tidak ada pertanggung- jawaban yang ada hanya permintaan maaf. Fakta-fakta ini menurut BPD dinilai menyimpang dari tata kelola keuangan desa yang berakibat penolakan.
Ketika dimintai tanggapan oleh HRC terkait dengan pengelolaan keuangan tersebut langkah apa yang diambil Ketua BPD dalam hal ini, menegaskan bahwa sikap BPD akan megambil langkah hukum.
“Atas desakan masyarakat, dan karena kami melihat ada indikasi penyalahgunaan dana desa yang diakui sendiri oleh Kades dihadapan Musyawarah Desa maka, kami berkebulatan tekad untuk proses hukum” tegas Ketua BPD.
Ditempat terpisah, Kades Lusitada Yoseph Mardiyanto mengakui bahwa pengelolaan dana desa memang tidak melalui mekanisme sesuai Permendagri 20 yakni tidak melibatkan TPK.