Nagekeo, FlobamoraNews.com, Tanah lokasi pemakaman umum (TPU) desa Aeramo, Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo yang berlokasi di Dusun lll saat ini bermasalah lantaran diperjualbelikan menjadi hak milik salah satu pihak. Padahal secara historis, tanah tersebut merupakan lokasi pemakaman umum bagi seluruh warga Desa Aeramo sejak pertama kali diserahkan Suku Nataia melalui Ketua Suku Almarhum Mathias Padha pada 1974 silam.
Tanah yang sudah disertipikasi menjadi hak milik atas nama Muhammad Nur H.A Razak tersebut seluas 25×40 M2 dengan nomor sertifikt 102/ Aeramo/2011 dikeluarkan pada tanggal 16 September 2011. Persoalan ini mencuat ketika pemilik sertifikat mengetahui bahwa di atas lokasi tanah yang sudah menjadi haknya itu sudah dilakukan aktivitas pemakaman oleh warga sejak 2020 lalu. Tercatat sebanyak 16 kuburan warga dikubur di atas lokasi bersertifikat.
Sejarah Penyerahan Tanah Pemakaman
Menurut informasi yang dihimpun FlobamoraNews dari berbagai sumber, tanah tersebut diserahkan Suku Nataia melalui Ketua Suku Almarhum Mathias Padha pada 1974 ketika ada program (Resettlement) transmigrasi bagi warga di tiga Kecamatan yakni Keotengah, Mauponggo dan Nangaroro. Oleh suku, Lokasi seluas kurang lebih 0,5 Ha itu dimanfaatkan untuk pemakaman warga transmigrasi yang awalnya berjumlah 50 KK.
Lokasi pemakaman diserahkan bersamaan dengan lokasi fasilitas publik lainya seperti sekolah, rumah ibadah, lapangan, pasar dan lapangan bola. Selain fasilitas publik, warga transmigrasi juga mendapatkan tanah sawah seluas 2 Ha dan pekarangan rumah seluas 25×40 meter persegi.
Namun sayangnya, penyerahan seluruh tanah untuk kepentingan publik itu tidak disertai secuil dokumen apapun termasuk tanah pemakaman, baik itu bukti hibah maupun sertifikat sebagai landasan hukum. Bahkan menurut beberapa sumber, lokasi pemakaman sebetulnya berada di luar sketsa peta Resettlement. Peta lokasi dan batas-batas yang konon katanya tanah pemakaman pun tidak jelas, karena sampai detik ini lokasi-lokasi yang diserahkan Suku belum juga mengantongi sertifikat.
“Dulu itu pakai tunjuk ini batas di sini, di sini, tidak ada bukti dokumen, tanah kuburan ini hanya karena kami waktu itu setelah satu Minggu di sini ada yang meninggal, maka Bapa Mathias tunjuk itu jadi lokasi pekuburan” jelas Hilarius Aja salah satu warga Jumat (10/11/2023).
Warga 50 KK ini merupakan transmigrasi pertama yang mendiami wilayah Desa Aeramo. Mayoritas mereka berasal dari Desa Riti di Kecamatan Nangaroro dan Desa Kobar dan Desa Mbari di Kecamatan Keotengah.
Setelah warga 50 KK, rombongan transmigrasi berikut terus berdatangan atas kebijakan Pemerintah kala itu. Tercatat ada beberapa gelombang migrasi penduduk dari daerah selatan berdatangan berdomisili di Aeramo mendapatkan pekarangan rumah maupun sawah. Nama-nama komplek yang didiamu pun mengikuti daerah asal seperti Tonggo, Wolotelu, Ululoga, Pautola dan Ladolima. Singkat cerita hingga hari ini warga transmigrasi di Aeramo menggunakan lokasi pemakaman yang sama untuk memakamkan warga yang meninggal, sebab, masyarakat mengetahui jika tanah tersebut merupakan lokasi pemakaman.
Transaksi Jual Beli Hingga Terbit Sertifikat
Tetap Terhubung Dengan Kami:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.