Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Lagi-Lagi Surat Terbuka Untuk Bapak Gubernur NTT

Avatar photo
20190724 101714

Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat, Gubernur NTT yang terhormat,
Pembentukan Komisi Informasi ini melalui proses panjang sejak bulan Februari lalu. Tentu tahapan ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang besar itu begitu saja diabaikan oleh Komisi I DPRD NTT dengan cara penetapan calon komisioner yang bernuansa primordialistik dan diskriminatif, sebagaimana saya kutib langsung pernyataan Ketua Komisi I DPRD NTT.
“Kami sudah tetapkan lima nama. Lima nama yang lolos seleksi itu yakni Pius Rengka, Maryanti Luturmas Adoe, Iksan Pua Upa, Agustinus Bole Baja dan Daniel Tomu.”
Lanjutnya lagi:” Terkait aspek-aspek terpilihnya lima anggota komisioner in , kata dia, aspek yang diteliti yakni, hasil fit and proper test, terkait materi makalah dinilai penguasaan makalah dan track record dari calon. Faktor non tekhnis yang dinilai adalah perwakilan wilayah, gender dan agama. Ia mencontohkan, Pius Rengka dan Ikhsan Pua Upa mewakili Flores mewakili Katolik dan Muslim. Maryanti Adoe mewakili Rote dan Flores serta perwakilan gender. Daniel Tonu dari Alor mewakili akademisi, serta Agustinus Bole Baja mewakili Sumba dan representasi Pers NTT. (www.nttterkini.com edisi 15 Juli 2019).

Baca Juga :  Caleg Partai Nasdem Akui Banyak Masyarakat Masih Mencintai Jokowi

Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat, Gubernur NTT yang terhormat,
Bila pertimbangan komisi I dari aspek non tekhnis yang dijadikan acuan internal untuk menetapkan kelima calon anggota komisioner Komisi Informasi tidak diungkapkan ke publik oleh Ketua Komisi I maka publik tentu menghormati proses penetapan itu. Karena itu menjadi kewenangan prerogatif komisi I DPRD NTT. Namun, Ketua Komisi I begitu “jujur dan polos” mengungkapkan hal sebagaimana saya kutib di atas, yang justru menyalahi Pasal 25 huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 yang mengatur bahwa Anggota Komisi Informasi mencerminkan i unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Pertanyaan saya adalah dari kelima calon komisioner yang sudah ditetapkan oleh Komisi I itu, siapakah dari mereka yang mencerminkan unsur pemerintah? Dapatkah Komisi I DPRD membuktikan bahwa dari kelima calon itu, adakah seseorang yang adalah cerminan dari pemerintah?
Jika peserta seleksi yang disodorkan tim seleksi tidak satupun mencerminkan unsur pemerintah, mengapa Komisi I DPRD NTT tidak mengembalikan hasiil seleksi itu kepada tim seleksi? Mengapa sebegitu gampangnya melakukan fit and proper test dan menetapkan para calon dengan pertimbangan primordial? Bukankah mengabaikan perintah undang-undang patut diduga telah terjadi praktek abuse of power di kalangan Komisi I DPRD NTT? Sadarkah bahwa dengan demikian komisi I DPRD NTT telah mencederai dan melukai rasa keadilan kesembilan peserta yang dinyatakan tidak lulus fit and proper test?
Jadi pernyataan Bapak yang saya kutip di atas bahwa Gubernur dipilih bukan untuk menjadi Gubernur Suku tertentu,” bertabrakan dengan semangat komisi I DPRD NTT. Prinsip mereka justru terbalik, para anggota Komisi I DPRD NTT dipilih untuk kepentingan daerah dan agamanya, yang jelas tergambar dalam pernyataan Ketua Komisi I.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Untuk itu Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat, Gubernur NTT yang kami hormati,
Karena hasil penetapan komisioner komisi informasi ini justru bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, Pasal 25 huruf b, dan mencederai rasa keadilan publik maka semoga Bapak memiliki keberanian yang besar untuk menganulir hasil penetapan itu. Beranikah Bapak dengan kewenangan yang ada meminta tim seleksi dan Komisi I DPRD NTT mengumumkan kepada publik hasil perolehan nilai dan ranking dari peserta seleksi, mulai dari uji kompetensi akademik, hasil psiko test, hasil wawancara tim seleksi dan terakhir hasil fit and proper test dari komisi I DPRD. Karena bukankah seleksi komisioner Komisi Informasi Publik harusnya terbuka? Bila ditutupi maka patut diduga ada hal yang “tidak beres.”

Baca Juga :  Gubernur NTT, Kita Perlu Konsolidasi

Hormat,