Hanya saja, ada kemungkinan untuk Persamba dan Persada bermain imbang. Bila keduanya bermain imbang, maka mereka akan sama-sama mendapat poin delapan. Persamba pun tetap keluar sebagai juara Grup D.
Itu artinya, kemenangan 10-0 pun tak mampu membawa Bintang Timur menembus babak selanjutnya.
Bintang Timur sebenarnya bukan baru melakukan Mission Impossible. Ketika Farry J. Francis membangun sebuah sekolah bola di Perbatasan RI-RDTL, banyak orang mencemoohnya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa itu sebuah usaha yang sia-sia.
Bagaimana tidak? Belum pernah ada satu pemain pun dari Kabupaten Belu, Perbatasan RI-RDTL yang bermain di liga 1 Indonesia, apalagi menembus skuad Timnas Indonesia. Masyarakat perbatasan hanya memiliki bakat alam dengan gaya bermain kampungan.
Farry Francis melihat itu. Baginya, bakat-bakat alam ini perlu mendapat polesan untuk berkualitas baik. Batu akik yang diambil dari dalam lumpur, bila dipoles menjadi sebuah cincin, maka akan menjadi mahal harganya. Namun, bila batu akik itu dibiarkan tetap dalam lumpur, maka tidak akan ada harganya.
Karena itu, tak heran bila anak-anak Bintang Timur Atambua selalu mengumandangkan, “Membangun Harapan di Tanah Perbatasan”.
Jalan itu masih terbuka. Peluang itu masih ada. Selalu ada harapan di Tanah Perbatasan RI-RDTL. “Carpe diem, quam minimum credula postero” yang berarti: “Petiklah hari dan percayalah sedikit mungkin akan hari esok.”
Reporter: Ricky Anyan
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.