Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Revisi SK 204 Tenaga Kontrak Guru di Belu Menuai Protes

Avatar photo
20191008 212639

“Kalau begini, kita uji kompetensi saja biar lebih adil. Siapa yang mampu, dia yang diangkat jadi Teko. Bukan karena kenal, bukan karena lobi,” kesal Octaviani sembari meneteskan air matanya.

Salah seorang Guru SD Tala, Adrianus Mali mengaku kecewa dengan kebijakan yang telah diambil pemerintah. Dirinya mempertanyakan, mengapa hanya melakukan revisi dan validitas data harus memakan waktu yang lama, pada akhirnya hanya menimbulkan polemik?

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

“Mengapa buat kami begini? Kami juga anak belu; turunan belu; warga belu!” Demikian tegasnya.

Baca Juga :  Bangka Tengah Siap Bentuk Desa Bebas Pornografi Anak

Adrianus mencurigai bahwa tidak adanya transparansi dalam memverifikasi karena adanya kepentingan dari segelintir oknum yang dengan sengaja ingin menyisipkan orangnya di dalam kuota 204 orang tenaga kontrak guru.

“Verifikasi juga tidak transparan. Itu karena mereka ingin sisipkan orang mereka. Terbukti dalam SK revisi ini terjadi kejanggalan. Seperti Sarjana Hukum mengajar anak SD, satu sekolah rekrut guru bahasa inggris sampai tiga orang. Kan Bupati sudah sampaikan kualifikasi dan masa lama mengabdi,” kesal Adrianus.

Adrianus meminta agar bila tidak adanya keadilan dalam perekrutan tenaga kontrak, maka sebaiknya dibatalkan saja karena hanya akan menimbulkan konflik antar guru di sekolah.

Baca Juga :  Menanggapi Protes Para Guru, Anggota Dewan: Rasa Itu Masih Ada!

“Kalau memang tidak ada keadilan seperti ini, lebih baik dibatalkan, karena hanya akan menciptakan konflik antar guru di setiap sekolah,” pintanya.

Henderikus Kolo Tes, salah seorang guru SDK Manleten menuturkan bahwa dalam SK pertama, ada nama. Sementara SK yang direvisi, tidak ada nama. Padahal, ia sudah mengabdi selama 9 tahun 9 bulan.

“Saya mengabdi dari 2009 sesuai data Dapodik. Saya sudah ada Nomor Unik Pendidik Tenaga Kependidikan (NUPTK) dari kementerian. Berarti sudah sah sebagai guru,” jelasnya.

Dalam pengaduan tersebut, terungkap ada beberapa guru yang memeliki NUPTK, tetapi tidak diangkat sebagai Teko dalam SK revisi, padahal pada SK pertama, ada nama mereka.