Akan tetapi, setelah revisi dibuat, ternyata masih ada beberapa kesalahan yang – entah disengaja atau kekeliruan – dilakukan oleh Dinas Pendidikan Belu.
Tepatnya, pada Selasa (8/10/2019), beberapa orang guru kembali mendatangi Gedung DPRD Belu untuk melakukan protes atas hasil revisi yang sudah dibuat. Terhitung, ada 8 poin kesalahan yang disimpulkan oleh Para Anggota DPRD Belu bersama para guru honorer.
8 poin itu antara lain:
1. Masa kerja guru-guru masih bersifat manipulatif,
2. Jurusan tertentu menumpuk pada satu sekolah,
3. Jurusan yang tidak layak sebagai tenaga pendidik seperti SH, Sarjana peternakan, Sarjana Ilmu Pemerintahan, Sarjana Ekonomi, dan beberapa ilmu lain lagi,
4. Data Dapodik terkait lamanya masa kerja diabaikan,
5. Adanya Pendobelan nama atau nama sama yang di tempatkan di sekolah yang berbeda. Akibatnya, jumlah kuota 204 menjadi berkurang menjadi 203,
6. Ada yang baru wisuda langsung masuk teko,
7. Ada yang sudah berhenti mengajar, tapi masuk dalam daftar,
8. Ada yang mengajar di dua tempat. Saat dihitung lamanya masa kerja, dinas menggabungkan lamanya masa kerja di dua tempat mengajarinya itu. Akibat, seharusnya guru tersebut baru menjadi tenaga pengajar selama 4 tahun, tapi sudah dihitung 8 tahun.
Menanggapi berbagai keluhan itu, Anggota DPRD Belu, Manek Rofinus menegaskan bahwa dari pengaduan para guru, kemungkinan ada manipulasi data. Selain itu, data yang diambil oleh Dinas Pendidikan dan Inspektorat tidak obyektif sesuai Dapodik.
Karena itu, dirinya meminta SK revisi harus dilakukan uji publik sebelum ditetapkan.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.