Kepada Yesus, ia berjanji tidak akan pernah segan melakukan apa saja yang dikehendaki Tuhan dari padanya. Kerinduannya itu terungkap dalam salah satu doanya berikut ini:
“Yesus, tentu Engkau senang mempunyai mainan. Biarlah saya menjadi mainan-Mu! Anggap saja saya ini mainan-Mu. Bila akan Kauangkat, betapa senang hatiku. Jika hendak Kausepak kian kemari, silakan! Dan kalau hendak Kautinggalkan di pojok kamar lantaran bosan, boleh saja. Saya akan menunggu dengan sabar dan setia. Tetapi kalau hendak Kautusuk bola-Mu. . .Oh Yesus, tentu itu sakit sekali. Namun, terjadilah kehendak-Mu!“
Inilah doa Theresia Martin kepada Kanak-kanak Yesus yang sangat dirindukannya, tetapi belum bisa disambutnya karena umurnya baru 7 tahun.
Orang tua Theresia baik sekali terhadapnya bersama saudara-saudaranya yang lain. Mereka semua – ada lima bersaudara – menjadi suster.
Betapa bahagia hati Theresia, ketika pada umur 12 tahun, dirinya boleh menyambut Tubuh Yesus untuk pertama kalinya. Di hadapan sebuah salib, ia berjanji:
“Yesus di Kayu Salib yang haus, saya akan memberikan air kepada-Mu. Saya bersedia menderita sedapat mungkin, agar banyak orang berdosa bertobat.“
Pendosa pertama yang bertobat berkat doa Theresia ialah seorang penjahat kakap yang dijatuhi hukuman mati tanpa menyesal. Namun akhirnya ia bertobat juga di hadapan sebuah salib sesaat sebelum menjalani hukuman matinya.
Kerinduan Theresia yang begitu besar pada Yesus mendesak dia untuk menjalani kehidupan khusus sebagai seorang biarawati, mengikuti teladan 4 orang saudaranya yang sudah lebih dahulu menjadi suster. Tetapi ia belum bisa diterima karena umurnya baru 14 tahun.
Ia tidak putus asa. Ia berziarah ke Roma bersama orang tuanya.
Dalam audiensi umum dengan Bapa Suci, ia dengan berani meminta izin khusus dari Bapa Suci untuk menjadi suster. Permintaannya itu dikabulkan dan dia boleh masuk biara pada umur 15 tahun. Ia diterima dalam biara Suster-suster Karmelit di Lisieux, Prancis. Kedua kakaknya sudah lebih dahulu di biara itu.
Sembilan tahun lamanya, ia hidup sebagai suster biasa. Sebagaimana suster muda lainnya, ia melaksanakan tugas dan doa harian. Ia juga harus mengatasi perasaan tersinggung, marah, rasa iri hati, dan memerangi kebosanan serta bermacam ragam godaan lahir maupun batin.
Untuk mencapai kesempurnaan hidup, ia memilih “jalan sederhana” berdasarkan ajaran Kitab Suci: “Hidup selaku seorang anak kecil, penuh cinta dan iman kepercayaan akan Allah dan penyerahan diri yang total dengan perasaan gembira“.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.