Setelah pensiun sebagai tentara KNIL, ia kembali ke kampung halamannya bersama istri (mama Jawa) dan seorang buah hati (Yohanes Tsu). Hampir pasti kalau mama Jawa itu beriman katolik.
Suatu ketika sedang berada di Soe untuk menerima tunjangan pensiun dan kebetulan mereka melintas di depan Gereja Katolik Soe, sang istri mengajak suaminya untuk mampir menemui pastor di situ kalau ada. Alhasil mereka berjumpa dengan misionaris Pater Kornelis Koy, SVD (Pater Koy).
Usai bertemu Pater Koy, Welem Tsu sekeluarga bersama Bapak Snae sekeluarga (Bpk Snae, istri dan 2 org anak) yang tinggal bersama Pater Koy, diutus pergi bersama Bpk Welem ke kampungnya. Kepada mereka Pater Koy berpesan akan menyusul ke kampung [Put’ain] beberapa waktu kemudian.
Selang beberapa waktu kemudian Pater Koy memenuhi janjinya datang mengunjungi 2 keluarga ini serentak merayakan ekaristi perdana di rumah Bapak Welem Tsu bersama keluarga Bapak Snae (jumlah mereka sekitar 7 orang).
Usai perayaan ekaristi, datanglah Bapak Sae sekeluarga dan Bapak Un sekeluarga menemui Pater Koy. Saat itu juga kedua keluarga ini bersedia bergabung dengan Umat Perdana Paroki Putain.
Bapak Un menganjurkan kepada Pater Koy agar selanjutnya rumahnya di Sufa La’at dipakai untuk tempat doa dan ibadat serta misa karena kapasitas rumahnya cukup luas.
Usulan itu diterima Pater KOy. Maka Gereja Katolik mulai berkembang di Sufa la’at. Jumlah umat pun terus bertambah. Maka datanglah seorang misionaris (P. Vinsen Lekovick). Ketika P. Leko kembali, datanglah Pater Smith. Ketika itu gedung gereja berpindah lagi ke Kuan Fau.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.