Nagekeo, Flobamoranews.com— Fenomena rentenir atau sering juga disebut tengkulak dan lintah darat masih tumbuh subur seluruh Kabupaten di kepulauan Flores, Alor dan Lembata bahkan Nusa Tenggara Timur (NTT) secara umumnya. Istilah ini merujuk pada kegiatan pinjaman uang ilegal dengan bunga selangit.
Hal ini dikemukakan Anggota Komisi Xl DPR RI Ahmad Yohan saat diwawancarai di sela kegiatan diskusi publik terkait optimalisasi peran Desa dalam mendorong digitalisasi UMKM di Kabupaten Nagekeo, Kamis 24 Agustus 2023.
“Saya sudah puluhan kali bersama OJK keliling Nusa Tenggara Timur 1 (Flores, Lembata dan Alor) sosialisasi kepada masyarakat untuk perang melawan pinjaman online dan rentenir. Kenapa, karena kita di lapangan itu banyak menemukan peristiwa miris terkait persoalan ini’ ungkap Ahmad Yohan.
Achmad mencontohi satu dari sekian banyak kasus yang Ia temukan di lapangan terkait rentenir adalah seorang ibu-ibu yang terjerat hutang di rentenir untuk modal jualan ikan. Awalnya, ikan dijual di stan di pinggir pantai, namun, kerena ikannya tidak habis terjual, ia terpaksa menyewa ojek menjual sampai ke gunung-gunung, karena rentenir sudah menunggu di rumah.
Menurut, Ahmad Yohan , praktik rentenir dan pinjaman online yang marak di masyarakat diakibatkan oleh kurangnya literasi keuangan. Kemudian penyebab lain adalah cara mendapatkan pinjaman tersebut relatif gampang bahkan tanpa syarat apapun. “Padahal resikonya tinggi, bunganya tinggi sekali, memaksa orang bekerja di luar batas padahal keuntungan sedikit” tandasnya.
Selain rentenir, kata Ahmad Yohan, masalah jeratan pinjaman online ilegal juga tak kalah meresahkan. Mirisnya, pinjaman online justeru banyak menyasar masyarakat yang melek digital seperti mahasiswa. “Yang menyedihkan itu mereka yang terjebak di pinjaman online itu bukan untuk usaha tapi untuk kebutuhan konsumtif, untuk senang-senang, untuk pesta, padahal mereka tidak punya pendapatan untuk mengembalikan pinjaman. katanya.
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mencermati beberapa faktor sosial yang menyebabkan masyarakat terjerat apa yang dia sebut rentenir dan pinjaman online, salah satunya adalah perilaku konsumtif.
Karakter manusia digital itu jauh lebih konsumtif akibat dorongan tampilan visual yang menggoda. Manusia yang hidup di ruang digital, berdasarkan beberapa studi, cenderung menampilkan kepalsuan, didorong oleh filter aplikasi yang bukan realitas dalam kehidupan. “Bagaimana saya menjadi korban penyalahgunaan data pribadi’ Polemik data eHAC bocor, infrastruktur keamanan digital pemerintah dinilai ‘sangat buruk’ katanya.
“Makanya beberapa studi menunjukkan generasi digital adalah generasi paling miskin, boros karena mereka berusaha memenuhi hidup yang gaya seperti itu,” imbuhnya.
Berikutnya adalah pengaruh kecanduan. Devie mencontohkan seperti kecanduan judi online yang membuat orang membutuhkan dana segar dan cepat sehingga melirik pinjol ilegal. Selanjutnya kelalaian pribadi dengan menampilkan nomor induk kependudukan dan kartu keluarga secara sembarangan di dunia maya.
Sebagai anggota DPR RI Komisi Xl yang mana bermitra dengan OJK dan Perbankan, Ahmad Yohan meminta agar OJK mendesak pihak Bank agar mempermudah syarat kredit seperti KUR bagi masyarakat kecil dan pelaku UMKM. “Yang penting datanya jelas, usahanya jelas ya..itu dimudahkan agar masyarakat dapat mengembangkan usahanya tanpa harus tertekan secara psikologis dan lain sebagainya” ujar Dia.
“Begitupun pun juga dengan Pinjaman online, saya sebagai anggota DPR yang bermitra dengan OJK meminta agar OJK jangan tinggal diam, agar turun ke masyarakat untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat” tambahnya.
Politisi Partai Amanat Nasional ini berharap kerjasama kolaborasi semua pihak baik itu Pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda untuk menyuarakan dampak negatif terhadap rentenir dan pinjaman online.
“Saya juga minta tokoh agama melalui mimbar masjid maupun gereja ataupun pertemuan di kampung agar menginformasikan kepada masyarakat jangan sampai terjebak” harapnya.
Di sisi lain, perang melawan praktek rentenir juga pinjaman online ini harus bisa mendapat suatu solusi, artinya tidak hanya sebatas sosialisasi dan melarang masyarakat mengaksesnya. Akan tetapi, melalui penguatan kapasitas pengembangan geliat UMKM di tengah masyarakat. (***)
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.