Antara tahun 1625 sampai tahun 1663, VOC semakin intensif melakukan perlawanan ke daerah kedudukan Portugis di pulau Solor. Dan ketika Solor jatuh ke tangan Belanda, pusat misi Portugis berpindah ke Larantuka.
Tujuh Misionaris Dominikan yang ada di Solor bersama 30 orang Portugis dan Tuppasi, diikuti 1000 orang asli yang beragama Katolik pindah dari Solor ke pusat baru Larantuka.
Tahun 1629 Frei Cristavao Rangel OP datang dari Larantuka ke “Silabao” (Silawan) dan Januli (Atapupu), mempermandikan Raja dengan banyak rakyatnya dan mendirikan sebuah gereja di situ. Karena orang-orang Makasar yang ada di situ coba meracuni dia, maka ia terpaksa pulang ke Larantuka dan dapat diganti oleh Frei Bento Serao OP.
Tahun 1630, Frei Luis da Paizao OP datang ke Kupang untuk bertemu Raja Ampono, tetapi dalam waktu singkat dia dibunuh oleh orang Nisnoni.
Tanggal 12 Maret 1630 datanglah dari Malaka ke Lohajong seorang Misionaris Dominikan bernama ANTONIO DE SANTO JASINTO OP. Ia kemudian menjadi RASUL PULAU TIMOR.
Tahun 1639 Padre Antonio de Santo Jasinto untuk pertama kalinya mengunjungi Timor setelah tinggal beberapa waktu di Lohajong.
Ia pergi ke Mena untuk bertemu dengan Ratu janda Mena, tetapi karena Ratu tidak menerima dia dengan baik maka ia kemudian pulang ke Lohajong sambil menanti saat yang baik dan tepat untuk kembali ke Mena.
Pantai utara pulau Timor sering mendapat gangguan dari kerajaan-kerajaan dari pulau-pulau sekitar, seperti Raja Makasar yang ingin juga menguasai Pulau Timor. Maka pada tahun 1641 Raja Tello Sumbaco, dari Makasar mendarat di Mena, di pantai utara Pulau Timor.
Ratu Mena bersama rakyatnya kewalahan menghadapi kehadiran pasukan kerajaan Makasar itu. Karena jauh sebelumnya mereka telah mengadakan hubungan yang baik dengan orang Portugis maka Ratu akhirnya meminta bantuan kepada orang Portugis di Larantuka.
Dari sana datang Comisario-General Antonio de Santo Jasinto bersama 2 kapal dan 70 tentara. Dengan bantuan ini maka Ratu Mena dengan penuh percaya diri mengerahkan rakyatnya untuk melawan kehadiran raja Tello Sumbaco dari Makasar.
Setelah tiga bulan berperang akhirnya raja Tello Sumbaco bersama sisa tentaranya pulang dengan kekalahan. Saat baik dan tepat yang ditunggu Padre Frei Antonio de Santo Jasinto pun tiba.
Ratu Mena sekarang menjadi lebih kooperatif dan terbuka menerima kehadiran misi Katolik yang kedua kalinya di wilayah kerajaannya. Hasilnya bahwa tanggal 24 Juni 1641 Ratu Mena dengan anak sulungnya Johanes dan banyak rakyat lain lagi dipermandikan oleh Frei Antonio de Santo Jasinto.
Tanggal 1 Juli 1641 Padre Frei Antonio de Santo Jasinto diminta oleh Ratu janda Ambenu untuk datang ke Oekusi, dan di sana Padre Frei Antonio mempermandikannya, anak laki-laki “Petrus” dan 4 anak perempuannya di Lifao.
Kehadiran Padre Frei Antonio rupanya tersebar juga ke kerajaan-kerajaan sekitar sehingga ketika dia hendak naik kapal untuk pulang ke Larantuka guna melaporkan diri, datanglah satu rombongan dengan 11 orang dari raja Amanuban.
Mereka memohon kedatangan Padre Frei Antonio ke istana raja Amanuban, supaya mengajarkan agama Katolik kepada orang-orang Amanuban.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.