Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Oecusse dan Sejarah Masuknya Gereja Katolik di Pulau Timor

Avatar photo
IMG 20190619 WA0029 1

Karena Padre Frei Antonio tidak bisa maka dikirimlah utusan tentara Portugis Joao Sanchez dan Fronseca dan orang Ambenu yang sudah dipermandikan ke sana dengan perjanjian, kemudian mengirimkan seorang misionaris.

IMG 20190619 WA0045

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Karena kebutuhan akan misionaris di Timor semakin lama semakin banyak maka bulan Agustus tahun 1641 Padre Frei Antonio de Santo Jasinto mengirimkan dari Larantuka ke Mena Padre Frei Bento Serrao OP dan Frei Manuel da Resuresao OP yang kemudian ditugaskan untuk suatu gereja yang satu jam dari pantai dan delapan jam dari pedalaman.

Sementara untuk wilayah Ambenu dikirim Padre Frei Pedro de Santo Jose, dan Padre Frei Alvaro de Tavora OP. Keduanya bertempat tinggal di Lifao, sedangkan untuk wilayah Amanuban dikirim Padre Frei Jasinto de Santo Dominggos OP dan Frei Crisostomo de Santiago OP.

Baca Juga :  Tarif Masuk Destinasi Torong Besi Reok Ilegal

Pengaruh Belanda saat itu sudah masuk ke wilayah Timor dengan pusatnya di Kupang, walau belum intensif menggarap Timor sebagai daerah jajahannya. Ada raja yang pro Portugis dan ada pula raja yang pro Belanda atau tidak senang dengan kehadiran Portugis.

Raja-raja yang pro Belanda sering mengganggu orang-orang Katolik. Itulah yang terjadi dengan Raja Sombian atau Sonbai. Ia sering mengganggu orang-orang Katolik yang ada di kerajaan sekitar. Maka pada Desember 1641 Padre Frei Antonio de Santo Jasinto mengorganisir suatu ekspedisi melawan Raja Sombian (Sonbai).

Di bawah pimpinan Kaptain Mayor Fransisco Fernandes, Raja-raja Sonbai kemudian dikalahkan, dan minta untuk dipermandikan di Tanjung Sombiao (dekat Oepoli). Dari Timor Padre Frei Antonio de Santo Jasinto pulang ke Larantuka dan selanjutnya jalan terus ke Goa, guna melaporkan keadaan di Pulau Solor dan Timor.

Baca Juga :  Kuasa Hukum Tersangka Dugaan Penyelundup 4.874 Pil Ekstasi Paksa Polres Belu Segera Limpahkan Berkas P-21

Laporannya menyebabkan kedatangan 20 misionaris Dominikan baru untuk Timor, yakni dua Vikaris Dominikan, masing-masing untuk Flores dan Timor dan satu Visitator untuk Flores dan Timor. Dan Vikaris untuk Timor adalah Frei Antonio sendiri.

Karena raja-raja di bagian utara pulau Timor sering mendapat gangguan dari Maromak Oan, maka pada bulan Mei 1642 Visitator Frei Lucas da Crus OP, mengorganisir ekspedisi kedua dengan tujuan utama melawan Maromak OAN.

Pada tanggal 26 Mei 1642, Visitator datang dengan sejumlah tentara Portugis ke Mena dimana ia mengundang raja-raja Mena, Ambenu dan Sonbai untuk ikut ambil bagian.

IMG 20190619 WA0029 1

Ketika di Mena, semua mereka menyaksikan upacara permandian keluarga raja Batimao (Pah Timao Amfoan) pada tanggal 20 Agustus 1642. Pada bulan September 1642 Perang melawan Maromak Oan dimulai. Kerajaan Maromak Oan diserbu, istananya dibakar, kekuasaannya dihapus, lalu Liurainya diangkat menjadi “kesel”.

Baca Juga :  Sejarah Hadirnya THS-THM di Keuskupan Atambua

Demikian untuk beberapa waktu Mena menjadi pusat kegiatan misi Portugis di Timor sebelum akhirnya berpindah ke Lifao, yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan Portugis di akhir abad ke 17.

Bukti Mena menjai pusat misi Portugis, yaitu adanya fondasi semen yang masih ada di ujung tanjung Bastian dan sumur di pinggir laut Sumnali. Kata Sumnali sendiri menurut penuturan orang setempat berasal dari kata Seminari. Kata ini mengalami perubahan bunyi akibat dialek bahasa Dawan setempat.

Dikatakan bahwa di zaman Portugis tempat itu menjadi pusat pendidikan Seminari sehingga selanjutnya disebut Seminari atau orang setempat menyebutnya Sumnali. (Richi Anyan)