Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Soal Alokasi Bantuan RTLH, DPRD Nagekeo dan TAPD Jangan Plin-Plan

Avatar photo
IMG 20230707 095538
Carles Jupa:, photo IST,

Nagekeo, Flobamoranews.com— Alokasi anggaran bantuan perumahan tidak layak huni di Kabupaten Nagekeo, NTT, tahun anggaran 2023 menuai polemik. Betapa tidak, hingga hari ini dana bantuan senilai kurang lebih Rp 9 Miliar itu tak kunjung dieksekusi.

Itu karena, perencanaan yang sudah disepakati bersama antara Pemerintah dan DPRD berdasarkan asistensi ke keuangan provinsi yang menyatakan bahwa alokasi dana bantuan perumahan akan dieksekusi melalui DPA Kecamatan dianulir dan dikaji ulang lantaran tidak sesuai nomenklatur. Padahal sudah ditetapkan dalam APBD induk yang ditandatangani oleh Pemerintah dan DPRD.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Penetapan APBD induk 2023 yang menyatakan bahwa alokasi bantuan perumahan tidak layak huni juga berdasarkan SK Gubernur No: 900/371/BKUD5/2022 Tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Nagekeo Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Nagekeo Tahun 2023 dan Rancangan Peraturan Bupati Nagekeo Tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2023.

Baca Juga :  Empat Negara Peserta event IBT Tiba di Bandara Komodo 

Dalam SK dijelaskan bahwa Bantuan Keuangan dianggarkan sebesar Rp.136.136.505.300,- atau 99,02% dari Belanja Transfer sebesar Rp.137.478.967.300,-, yangdiperuntukan antara lain dalam rangka pemberian uang yang diberikan kepada masyarakat guna pembangunan rumah layak huni, agar dialihkan pada SKPD Kecamatan sesuai target kinerja program/kegiatan dan dilaksanakan sesuai ketentuan pemberian bantuan sosial yang bersumber dari APBD.

Polemik tersebut kemudian memantik komentar dari berbagai kalangan dan aktivis, salah satunya Ketua Serikat Pekerja Cabang Nagekeo Charles Jupa yang menyayangkan kebijakan TAPD dan lembaga DPRD dinilai tidak konsisten dengan apa yang sudah disepakati.

Argumentasi yang dipaparkan TAPD dan DPRD bahwa tidak sesuai dengan kodefikasi dalam SIPD bagi Carles sangat tidak masuk akal dan terkesan plin-plan, sebab proses ini sudah berjalan melewati beberapa tahapan, yang tentu saja merujuk daripada Peraturan Kemendagri berserta turunannya.

Baca Juga :  Sejak Indonesia Merdeka, Baru Hari ini Terang Benderang di Desa Kakaniuk

“Sederhananya begini Ade, ketika menyusun perencanaan sampai disepakati bersama di Provinsi itu tidak menggunakan aturan Permendagri beserta turunannya. Tahapan perencanaan ini kan sudah melewati suatu proses yang panjang. Pertanyaan kita kalau tidak sesuai ngapain ditandatangani bersama, ditetapkan pula dalam APBD induk” ungkap Carles.

“Kemudian dalam proses penginputan di SIPD itu tentu saja dilakukan oleh tenaga ahli dan ASN yang memiliki SDM mumpuni, lalu muncul argumentasi ada kesalahan di SIPD, pertanyaan kita siapa salah?” tambahnya.

Carles juga mengkritisi, sikap TAPD dan lembaga Dewan yang hari ini mempersoalkan apa yang sebenarnya sudah disepakati bersama dalam asistensi ke Kupang belum lama ini. Sebab, dalam melakukan asistensi, TAPD dan Pemerintah tidak mengeluarkan biaya dari kantong pribadi. “Pergi konsultasi ke Kupang itu juga menghabiskan anggaran negara, lalu pada akhirnya berproses lagi. Ini sebagai masyarakat kita mau percaya yang mana, sebagai orang muda kita cukup sesalkan, TAPD dan DPRD tidak konsisten, terkesan plin-plan” tegas Carles.

Baca Juga :  Si Jago Merah Hanguskan Tempat Usaha Milik Mateus Gangkut di Ruteng

Kemudian, berkaitan dengan penentuan nama-nama yang oleh anggota DPRD menyatakan bahwa by name by adress, menurut Carles, pemerintah sejatinya memiliki parameter khusus apakah nama yang ditentukan sebagai calon penerima bantuan ini layak atau tidak, pemerintah punya kewenangan. “Jangan sampai hanya karena ego kedua lembaga ini, mengorbankan proses yang sudah berjalan” tandasnya.