Sikap kesewenang-wenangan Pemerintah Propinsi, dalam hal ini, Gubernur Laiskodat memaksa warga untuk direlokasi adalah bagian dari keangkuhan dan arogansi kepemimpinan.
“Ini namanya arogansi kepemimpinan. Beliau menggunakan power of jobnya untuk menekan dan memaksa warga untuk direlokasi, sementara dilain pihak, warga secara tegas menolak direlokasi, kata Ahang”.
Kebijakan tersebut, sambung Ahang, hendaknya mempertimbangkan keberadaan warga disana.
“Secara historis, masyarakat pulau Komodo telah lama mendiami wilayah itu yang secara administrasi, sah menjadi bagian dari wilayah Kab. Manggarai Barat, jelasnya”.
Menurutnya, secara geobiologisnya, binatang Komodo dan warga setempat sudah menyatu menjadi sebuah lingkungan geobiologis yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
“Warga dan binatang Komodo itu sudah menyatu. Mereka juga sudah menjadi bagian dari pengembangan wisata disana. Relasi yang baik antara warga dengan hewan berdarah dingin itu juga adalah bagian dari keunikan dan membentuk suatu daya tarik wisata pulau Komodo itu sendiri, terang Ahang”.
Marsel Ahang juga menyoroti soal pernyataan Gubernur Laiskodat yang menilai warga pulau Komodo sebagai warga yang tinggal secara liar, sebagaimana dilansir dalam Liputan6.com.
Bagi anggota DPRD Manggarai yang masa jabatanya akan segera berakhir Agustus mendatang, bahwa pernyataan tersebut sembrono, tidak masuk akal serta tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Pernyataan tersebut, kata dia, tidak layak diucapkan oleh seorang pemimpin. Viktor Laiskodat seolah-olah tidak mau mengakui warga Komodo itu sebagai bagian dari warga negara maju Manggarai Barat yang juga bagian dari wilayah Prop. NTT.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.