Tradisi klasik menunjukan kehadiran Tuhan melalui fenomena alam. Jika benar, kilat lagi guntur plus hujan yang termaktub dalam baris ini juga adalah simbol kehadiran Tuhan. Maksud dan tujuan kehadiran Tuhan dijelaskan secara eksplisit, yakni untuk menjawab pertanyaan dari bait sebelumnya. Namun mengapa pertanyaan dijawab dengan kilat lagi guntur? Dan apakah Penyesalan pun bertunas dalam hati menunjukkan kemarahan Tuhan? Belum tentu. Diksi penyesalan yang mengawali bait ini mendorong saya untuk menyadari bahwa ada sesuatu yang janggal dari pertanyan si aku lirik yang memantik rasa sesal di dalam hatinya. Apalah lagi artinya sebuah penyesalan, sebab penyesalan memang selalu muncul kemudian.
Tarik ulur ke belakang, barangkali kita penasaran kenapa muncul rasa penyesalan. Pasti ada lompatan peristiwa yang terjadi di sana, karena tidak masuk akal apabila rasa penyesalan itu muncul begitu saja tanpa ada sebuah momen yang menstimulus. Saya mencoba mengisi lompatan peristiwa tersebut. Bisa jadi, peristiwa itu merupakan sebuah proses refleksi dan permenungan yang menandakan bahwa si aku lirik telah menemukan jawaban dari balik pertanyaannya untuk mengungkir lebih dalam penghayatan imannya. Masuk akal bila dari proses refleksi dan permenungan ini si aku lirik menemukan pencerahan terhadap sesuatu yang dianggap misteri, sehingga kemudian melahirkan kesadaran di dalam diri. Tentang kesadaran yang dimaksud, saya tidak bisa meraba begitu saja bagaimana persisnya mengingat subjektivitas penyair, tetapi yang pasti bahwa rasa penyesalan itu merupakan sebuah kesadaran berkat penemuan pribadi.
Jemuran belum sempat dipindahkan. Awalnya saya merasa bingung, apakah jemuran pada bait ini merujuk pada tempat atau pakaian. Bila jemuran sebagai tempat, barang terntu penyair hendak membahasakan secara simbolis sumber dosa kita: dari dalam jiwa, hati, budi dan pikiran atau dari luar, bagian tubuh yang secara fisik kelihatan dan tempat dituangkannnya segala sesuatu yang muncul dari dalam, misalnya dalam tutur kata dan tindakan. Jemuran yang belum sempat dipindahkan menunjukkan kelalaian atau kelupaan seorang manusia, juga dalam konteks paskah bisa dipahami sebagai dosa yang belum ditanggalkan, yang butuh untuk mengalami pembaharuan ke arah yang lebih baik.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.