Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Oecusse dan Sejarah Masuknya Gereja Katolik di Pulau Timor

Avatar photo
IMG 20190619 WA0029 1

OECUSSE, Flobamora-news.com – Seorang ahli sejarah berkebangsaan Inggris, Herbert Butterfield pernah berkata, “lebih dari segala-galanya, kekuatan ingatan historislah yang telah mampu mengikatkan orang Israel bersama sebagai suatu bangsa”.

Pernyataan ini memiliki makna bahwa sejarah itu bukanlah suatu peristiwa masa lalu semata. Bukan pula suatu memori untuk sekedar dilihat di saat-saat tertentu. Tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Dia mengikat ketiga patahan waktu yaitu masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Ikatan itu semakin kental dan kuat ketika Yahwe yang mereka imani berperan penting menentukan arah kehidupan mereka.
Kepercayaan ini yang membuat orang Israel yakin bahwa mereka itu satu bersama Yahwe sejak awal, sekarang, dan akan tetap satu di masa yang akan datang.

Demikian juga sejarah Gereja Katolik Pulau Timor. Kita tidak hanya sekedar menelusuri ketiga patahan waktu yang ada, atau sekedar menulis kembali setiap peristiwa yang terjadi, tetapi adalah sejarah keselamatan Allah sendiri yang dibawa oleh para nabi modern yaitu para misionaris mulai dari Imam-imam Dominikan, OFM, Salib Suci, Imam-imam Projo Belanda, Yesuit, dan SVD.

Baca Juga :  Istighosah Akbar 1 Abad NU di Nagekeo Doakan Keselamatan Bangsa dan Pemilu Damai 2024

Pulau Timor dikenal sebagai salah satu pulau dengan populasi penganut Katolik terbesar di Indonesia. Jejak-jejak kekatolikan di Pulau Timor sudah dimulai pada 1500an.

IMG 20190619 WA0043

Sejarah mencatat, ajaran Agama Katolik pertama kali diperkenalkan kepada orang-orang Timor oleh seorang pastor pelaut Portugis bernama Padre Frei Antonio Taveira yang datang bersama VOC Portugis. Mereka pertama kali mendaratkan kakinya di Lifau, Oecusse, Timor Leste pada tahun 1515.

Seperti lazimnya kelompok pedagang Eropa lainnya di Nusantara, mereka datang untuk mencari rempah-rempah, cendana, dan hasil alam tropis lainnya. Kemudian beberapa biarawan Dominikan mulai mendirikan pemukiman di Lifau, Oecusse dan mulai berdakwah di Pulau Timor.

Portugis memperkenalkan agama katholik, sistem abjad latin, percetakan, dan sekolah formal kepada masyarakat Oecusse. Mereka juga menggunakan bahasa purtugis digunakan dalam peribadatan dan birokrasi berdampingan dengan bahasa tetum dan melayu buat urusan sehari-hari.

Baca Juga :  Tuhan Yesus dan Bunda Maria Diperkenalkan Sebelum Menjadi Anggota THS-THM

Agama Katholik pun bertumbuh subur di Pulau Timor. Hal itu ditandai dengan didirikannya stasi pertama Gereja Katholik di Mena, Kabupaten TTU pada. Pendirian stasi ini pun tidak serta-merta terjadi begitu saja.

Setelah lama menjadi daerah misi yang sering hanya dikunjungi dari Solor, akhirnya diputuskan bahwa perkembangan iman umat di Pulau Timor perlu diperhatikan secara serius. Keseriusan ini ditunjukan dengan dibukanya stasi pertama Gereja Katholik untuk misi Portugis di Timor.

Mena dijadikan tempat stasi pertama di Pulau Timor karena Mena waktu itu adalah sebuah pelabuhan penting untuk perdagangan kayu cendana di pantai utara Timor. Bahkan disebut juga Mena adalah sebuah kerajaan besar di pulau Timor.

Mengutip tulisan Manuel Godinho de Eredia, Hans Hagerdal dalam bukunya Lords of the Land, Lords of the Sea (2012:30), mengatakan bahwa Mena adalah sebuah kerajaan besar di pulau Timor, dan merupakan salah satu pusat perdagangan kayu cendana.

Baca Juga :  Uskup Padang Tutup Usia

Antara tahun 1589-1590 Pastor Frei Melkior de Antas OP datang ke Mena dan membentuk satu kelompok umat dan mendirikan gereja di situ. Disebut bahwa anak sulung Raja Mena dibawa oleh Frei Melkior de Antas OP ke Malaka untuk dididik dalam sekolah Katolik. Setelah tamat, anak sulung raja Mena langsung dipermandikan oleh Uskup Joao Ribeiro Gaio dengan nama Laurensius dan diantar kembali ke tanah airnya.

Tahun 1597 giliran Raja Mena dipermandikan. Tanggal 18 April 1613 hampir semua Misionaris dari Solor mengunjungi misi Timor yang berpusat di Mena. Ketika itu Raja Kupang, Ampono menyatakan keinginannya untuk dipermandikan.

Dikatakan bahwa Nisnoni Sonbai (musuh raja Ampono) mencari hubungan dan kerja sama dengan orang Belanda di Solor yang beragama Protestan Calvanistis untuk melawan raja-raja yang pro Portugis. Tahun 1624/25, utusan-utusan dari Sawu-Pequeno (Roti) pergi ke Larantuka memohon seorang misionaris untuk pulau Roti.