Atas perintah Undan-undang Pemerintah Daerah membentuk Peraturan Daerah, kemudian muncullah: Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan No. 5 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, dan Peraturan Bupati Timor Tengah Selatan No. 38 tahun 2018 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Seleksi Perangkat Desa.
Surat terbaru Bupati Timor Tengah Selatan Nomor Pum.03.03.02/07/2019, Perihal Penundaan Seleksi Perangkat Desa, dengan pertimbangan menunggu selesainya Pelantikan Bupati dan wakil Bupati TTS terpilih. Kini proses pelantikan telah selesai, Bupati dan wakil bupati sudah bekerja selama 4 bulan, namun proses seleksi tak kunjung dilanjutkan. Masyarakat TTS lalu bertanya; kapan dan ada apa ?
Tentu sesuatu yang wajar dipertanyakan oleh karena sudah banyak jabatan perangkat desa Kabupaten TTS yang kosong, tentunya berdampak pada kegiatan pelayanan masyarakat di setiap desa.
Mekanisme Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa sesuai pasal 4 Permendagri No. 83 tahun 2015 tentang pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, dijelaskan bahwa Pelaksanaan penjaringan dan penyaringan bakal calon perangkat desa dilaksanakan paling lama 2 (dua) bulan setelah jabatan perangkat desa kosong atau diberhentikan.
Siapakah yang mendapatkan kewenangan langsung oleh dan untuk melaksanakan ? Desa memiliki otonomi yang tertuang dalam Undang-undang No. 6 tahun 2014. Bupati TTS seharusnya tidak perlu melakukan “intervensi” kepada para Kepala Desa semisal dalam bentuk surat edaran penundaan proses seleksi karena justru akan membingungkan para Kepala Desa. Disatu sisi Kepala Desa harus menjalankan perintah undang-undang, disisi lain Pemkab menginstrusikan untuk melakukan/ tidak melakukan sesuatu, tentunya sangat dilematis bagi seorang Kepala Desa.
Fakta ini menjadi pertanyaan bagi sebagian masyarakat TTS sendiri tentang bagaimana kecermatan Bupati dalam melihat Peraturan perundang-undangan, bisa jadi Keputusan Bupati bertentangan Dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, melanggar hukum administrasi, dan bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Ketiga; Yang paling menarik ialah apa yang dilakukan atas kejadian yang telah terjadi. Negaralah yang harus hadir dalam bentuk kekuasaan dan bukan tindakan individu. Karena itu, kalaupun ada saran Bupati secara individual tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Negara memiliki kewenangan masing-masing yang harus ditaati, Bupati tidak harus membuat surat atau keputusan-keputusan yang meresahkan rakyatnya, Sekda juga tidak harus melakukan pembiaran atau bertindak melebihi kewenagan Bupati. DPRD sebagai wakil Rakyat dituntut harus menjalankan fungsinya dengan baik karena ada kewenangan mengawasi jalannya Pemerintahan Daerah.
Pemerintah pusat dan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus menghadirkan diri dalam konsep yang lebih substansial mengawal Perda-perda dan Pertauran Kepala daerah serta memberikan pemahaman hukum kepada para Kepala Daerah.
Masyarakat TTS juga harus sigap dan kritis tehadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah-nya melalui DPRD sebagai bentuk pengawasan.
Bahwasannya apa yang terjadi di TTS saat ini merupakan rangkaian peristiwa hukum yang berbeda-beda. Ketidak sinkronan antara Peraturan Bupati Kabupaten TTS No. 38 tahun 2018 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Seleksi Perangkat Desa dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dugaan kecacatan dalam penjaringan perangkat desa (penetepan calon yang lolos seleksi administrasi) oleh Tim Seleksi, maupun tindak pidana. Proses seleksi perangkat desa di Kabupaten TTS harus segera dilangsungkan sesuai amanat Undang-undang yang berlaku, dengan kembali merevisi Perbup No. 38 tahun 2018. Sedangkan segala bentuk yang dianggap cacat dalam proses seleksi perangkat desa yang masuk dalam ranah administrasi dapat dilakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.(Redaksi)
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.